Monday, January 24, 2022

ROMO “TIPU-TIPU”

Sharing pelayanan pastoral umat di Paroki St Vinsensius a Paulo – Batulicin, sebagai salah satu umat yang tinggal di pemukiman perusahaan perkebunan salah satu unit usaha di Jhonlin Group, Kalimantan Selatan, Keuskupan Banjarmasin.

Kami umat katolik di Kalsel adalah warga minoritas. Salah satu reksa pastoral yg khas di Keuskupan Banjarmasin adalah Misi Meratus dengan suatu pemikiran agar iman katolik yang tumbuh di wilayah ini mengakar dalam budaya setempat. Kenapa harus Misi Meratus? Penduduk mayoritas di Kalsel adalah etnik Banjar. Meratus itu adalah wilayah pegunungan yg dihuni masyarakat etnik Dayak. Mereka relative terbuka, welcome, bersahabat. Untuk mewujudkan karya nyata Misi Meratus itu dilakukan berbagai aksi social, rumah pertemuan, pendampingan budidaya pertanian, pemupukan organic, kesehatan/pengobatan, dll.

Di sisi yg lain bahwa mayoritas umat katolik di Keuskupan Banjarmasin ini adalah umat diaspora dari berbagai daerah terutama NTT, Sumatera maupun Jawa. Umat ini tersebar di berbagai perkebunan karet/sawit. Dalam sejarah Paroki, paroki awalnya adalah Paroki Kota Baru yg meliputi wilayah Kabupaten Kota Baru dan Tanah Bumbu. Selanjutnya terjadi Pemekaran untuk Kabupaten Tanah Bumbu menjadi Paroki St Vinsensius a Paulo di Batulicin. Kemudian pemekaran lagi atas Paroki Batulicin yaitu Paroki Sungai Danau, Paroki Sebamban Raya,  Paroki St Fransiskus Asisi – Gendang; dan aka nada Paroki baru daerah Mandam/Napu.

Di paroki Batulicin ada 2 orang Pastor dari ordo CM dan 3 orang Romo Projo di wilayah Mandam. Umat yg tersebar di berbagai perkebunan butuh pelayanan iman yg memadai. Untuk memenuhi kebutuhan reksa pastoral di berbagai Stasi/Komunitas diangkatlah para pelayan imam atau disebut sebagai Prodiakon yg bertugas memimpin ibadat Sabda dan Pembagian Komuni ke Stasi-Stasi Kebun. Prodiakon diusulkan oleh umat, dan diangkat melalui SK dari Uskup dan dilantik. Wilayah pelayanan Prodiakon hanya dalam paroki bersangkutan. Jadwal pelayanan di kebun diatur sedemikian rupa sehingga dalam 1 bulan umat bisa dikunjungi Pastor minimal 1 kali, sisanya dilayani oleh Prodiakon.

Wilayah pemukiman perkebunan kami ada satu prodiakon yang melayani yaitu Bapak Evensius (manager FA Jhonlin), wilayah pelayanan yg terjauh di Kebun Karet PT Inni Joa (Jhonlin Group) sekitar 60 Km dari Batulicin. Untuk menjangkau basecamp mereka harus melewati jalan tanah yg rusak parah karena jalan tersebut adalah jalur pengangkutan kayu dengan kapasitas muatan yg berat. Sampailah saya di tengah titik jalan berpapasan dengan truk angkut kayu dan tambang ilegal, di mana kiri-kanan jalannya sudah tidak bisa saling menghindar lagi karena jurang. Dalam proses itu saya sering mendampingi prodiakon kami yang mana beliau biasa memangku tas berisi sibori berisi Sakramen Maha Kudus. Kami masih ingat, saat pelayanan   hari Raya Minggu Palma, ada sopir truk bermuatan kayu yang menyerempet unit kendaraan yang kami parkir di sisi jalan, supir yang menyerempet hanya supir harian dengan upahan UMR dan hanya bisa meminta maaf atas kerusakan kaca spion dan dinding cabin kendaraan kami Yah….mau gimana lagi, ketika saya merefleksikannya mungkin ini adalah cara Tuhan mendewasakan saya untuk tidak marah-marah, tidak reaktif terutama ikhlas. Di lokasi ibadat umat sudah berkumpul, dan tidak ada yg bisa menyanyi dengan konteks thematic (lagu-lagu ibadat berkaitan dengan Minggu Palma), mazmur juga demikian. Ibadat dengan penyambutan Komuni Kudus tetap berjalan dengan hikmad dalam segala keterbatasan yang ada. Dalam satu moment saya sangat terharu menyaksikan anak-anak disana yag membutuhkan pengajaran agama katolik, tapi tidak tersedianya tenaga pastoral untuk itu.

Untuk pelayanan lain jarak tempuhnya relative dekat yaitu sekitar 1 jam dari pusat paroki. Kami semua suka cita melaksanakan tugas pelayanan ini. Untuk pelayanan yang jarak tempuhnya seperti ini kami menyetir sendiri dalam gelapnya malam, karena umat baru bisa kumpul pada malam hari. Tas kecil berisi pixcis untuk menyimpan sakramen Maha Kudus selalu melingkar di leher kami. Dalam kesendirian seperti ini justru menjadi suatu arena doa yang paling sempurna. Saya berusaha menyetel lagu-lagu rohani sambil melakukan “dialog” dengan Sang Kristus yang saya “gendong” dalam tas kecil ini kata Bapak Evensius prodiakon kami. Bacaan Injil yang akan disampaikan dalam ibadat tsb menjadi bahan “diskusi spiritual” bersama Yesus sepanjang jalan. Saya ingat persis bahwa saat itu didera sakit berkepanjangan : hypertensi bahkan dokter menyebut sebagai Hypertensi Akud. Dalam perjalanan tersebut saya “mendialogkan” sakit berkepanjangan saya (darah tinggi) tsb dengan Yesus. Saat memimpin ibadat kami melengkapi diri dengan pakaian liturgi berupa alba, Samir dan tali pengikat alba. Semua kelelahan perjalanan itu hilang saat bertemu umat dalam ibadat tersebut. Dari sekian banyak umat yg hadir sedikit saja yg menerima Komuni karena banya yg belum Komuni Pertama dan adanya halangan pernikahan. Apapun kondisi mereka, mereka adalah Umat Kristus. Sehabis membagi Komuni, giliran anak-anak yg maju meminta berkat di dahi mereka. Sangat terharu menyaksikan ini seraya mengingat sabda Yesus : Biarlah anak-anak datang kepada-Ku…..tetapi tidak ada pelayanan khusu buat anak-anak untuk pengajaran tentang iman.

Di Komunitas yg dekat dengan Paroki kadang ada ibadat sabda biasa tanpa Komuni dan kami tetap memakai pakaian liturgy. Banyak anak kecil yang hadir dalam ibadat tersebut. Mereka sering memanggil kami Romo atau Pastor. Bagi mereka, pakaian liturgi alba (menyerupai jubah) yg kami pakai menempatkan kami prodiakon ini sebagai Romo atau Pastor. Saat hari Minggu atau hari lain kami bertemu anak-anak ini di gereja. Karena sepanjang misa ini kami duduk bersama umat lain dan tanpa mengenakan alba, dan anak-anak ini melihat kami berpakaian seperti ayah mereka. Akhirnya sehabis misa kami bersendagurau dengan orang tua mereka depan gereja, saling bersalaman……di sinilah terjadi “bencana sebutan”. Anak-anak ini dengan lugas menyebut, “Eh…..ternyata Om ini  Romo Tipu-Tipu.” Maksud mereka adalah Romo bohongan……

Demikianlah sharing pelayanan kami di paroki yg memang membutuhkan banyak panggilan untuk menjadi imam agar bisa melayani umat yg tersebar di kebun-kebun. Kami senang, kami suka cita cita menjadi pewarta dan kami merasa diberkati dalam perutusan ini.

Batulicin, 23 Januari 2022.

Adam Silvanus

Sekjen PMKRI Cabang Palangka Raya Periode 2002-2004

 


Previous Post
Next Post

0 comments: