Saturday, January 29, 2022

Gerakan Solidaritas Pemuda Kalimantan Tengah, ini 3 poin tuntutan mahasiswa


Aksi damai puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Solidaritas Pemuda Kalimantan Tengah didepan Polda Kalimantan Tengah [28/01/2022]

Beberapa lembaga yang tergabung dalam aliansi ini ialah Kelompok Cipayung Kota Palangka Raya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan beberapa Himpunan Mahasiswa (HIMA) Kabupaten di Kota Palangka Raya. 


Ada 3 poin yang menjadi tututan dalam Gerakan Solidaritas Pemuda Kalimantan Tengah ini yaitu :

1. Meminta polda kalimantan tengah untuk mengawal dan mendorong polri agar memproses secara cepat kasus edy muliady, dkk serta mengawal proses hukum yang sedang berlangsung.

2. Aliansi gerakan solidaritas pemuda kalimantan tengah yang terdiri 16 lembaga dan kapolda siap untuk melihat permasalahan secara objektif secara terkhusus permasalahan edy mudlyadi dkk berkaitan dengan ujaran kebenjian dan penghinaan terhadap masyarakat kalimantan. 

3. Berkomitmen  dan kooperatif menjaga persatuan dan kesatuan di bumi tambun bungai.


Aksi damai puluhan mahasiswa ini dengan berbagai tuntutan berjalan dengan kondusif sampai dengan dibacakannya beberapa poin tututan yang dibacakan oleh Koordinator Lapangan.

Penulis, CrewsuaraDionisius


Tuesday, January 25, 2022

Konferensi Pers Gerakan solidaritas pemuda Kalimantan Tengah" menuntut Edy Mulyadi, dkk

     Menyikapi belakangan ini  ini publik dihebohkan oleh video viral pernyataan Edy Mulyadi dan kawan-kawan tentang kalimantan. Video yang berdurasi 57  detik itu tengah viral disosial media dan membuat masyarakat Kalimantan Geram dengan pernyataan Edy Mulyadi.

    Dalam video tersebut sangat jelas menyebutkan Kalimantan tempat jin buang anak, gendorowo bahkan monyet. Berakar dari permasalahan tersebut Pemuda & Mahasiswa Kalimantan Tengah menggelar Konferensi Pers "Gerakan Solidaritas Pemuda Kalimantan Tengah" (25/1/2022) yang terdiri dari Cipayung Plus Kota Palangka Raya, Cipayung Plus Provinsi Kalimantan Tengah, BEM Se-Kota Palangka Raya, dan HIMA Kabupaten Se-KALTENG".

    Tentu melalui ini pemuda Kalimantan tengah merapatkan barisan,usir manusia yang ingin memecah belah persatuan bangsa Indonesia, sebab edy mulyadi melukai hati kami orang Kalimantan, karena dengan sengaja rasisme terhadap masyarakat kalimantan". Ditegaskan juprianto selaku korlap gerakan.

    Lanjutnya, Kalaupun  ia mau menolak pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) silahkan saja, namun jangan menyebut Kalimantan tempat jin buang anak, genduruwo dan monyet. Kami juga dengan tegas menyampaikan melalui media jangan diplintir ke agama terkait pernyataan edy dkk ".

   Obi seprianto, selaku ketua PMKRI Palangka Raya dan asli pemuda Kalimantan yang hadir dalam konferensi pers tersebut menyayangkan narasi yang disampaikan edy muliady, dkk yang menyakiti masyarakat Kalimantan, apabila ingin menyampaikan kritikan terhadap pemindahan ibu kota negara silahkan sampaikan dengan cara yang baik, jangan malah  merendahkan orang Kalimantan.

   Adapun tuntutan yang disampaikan dalam Konferensi Pers Gerakan Solidaritas Pemuda Kalimantan Tengah yaitu terdapat tiga poin. 

   Pertama, Melalui Polda Kalimantan Tengah Mendesak Kapolri memproses Edy Mulyadi sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

   Kedua, kami mendorong MADN untuk segera mungkin melaksanakan sidang adat terhadap Edy Mulyadi, dkk.

   Dan poin Ketiga, kami tegaskan "Mendesak Edy Mulyadi melakukan permintaan maaf kepada masyarakat Kalimantan melalui media setelah melakukan sidang adat"

 

Penulis, Crew Suaradionisius.com


Monday, January 24, 2022

ROMO “TIPU-TIPU”

Sharing pelayanan pastoral umat di Paroki St Vinsensius a Paulo – Batulicin, sebagai salah satu umat yang tinggal di pemukiman perusahaan perkebunan salah satu unit usaha di Jhonlin Group, Kalimantan Selatan, Keuskupan Banjarmasin.

Kami umat katolik di Kalsel adalah warga minoritas. Salah satu reksa pastoral yg khas di Keuskupan Banjarmasin adalah Misi Meratus dengan suatu pemikiran agar iman katolik yang tumbuh di wilayah ini mengakar dalam budaya setempat. Kenapa harus Misi Meratus? Penduduk mayoritas di Kalsel adalah etnik Banjar. Meratus itu adalah wilayah pegunungan yg dihuni masyarakat etnik Dayak. Mereka relative terbuka, welcome, bersahabat. Untuk mewujudkan karya nyata Misi Meratus itu dilakukan berbagai aksi social, rumah pertemuan, pendampingan budidaya pertanian, pemupukan organic, kesehatan/pengobatan, dll.

Di sisi yg lain bahwa mayoritas umat katolik di Keuskupan Banjarmasin ini adalah umat diaspora dari berbagai daerah terutama NTT, Sumatera maupun Jawa. Umat ini tersebar di berbagai perkebunan karet/sawit. Dalam sejarah Paroki, paroki awalnya adalah Paroki Kota Baru yg meliputi wilayah Kabupaten Kota Baru dan Tanah Bumbu. Selanjutnya terjadi Pemekaran untuk Kabupaten Tanah Bumbu menjadi Paroki St Vinsensius a Paulo di Batulicin. Kemudian pemekaran lagi atas Paroki Batulicin yaitu Paroki Sungai Danau, Paroki Sebamban Raya,  Paroki St Fransiskus Asisi – Gendang; dan aka nada Paroki baru daerah Mandam/Napu.

Di paroki Batulicin ada 2 orang Pastor dari ordo CM dan 3 orang Romo Projo di wilayah Mandam. Umat yg tersebar di berbagai perkebunan butuh pelayanan iman yg memadai. Untuk memenuhi kebutuhan reksa pastoral di berbagai Stasi/Komunitas diangkatlah para pelayan imam atau disebut sebagai Prodiakon yg bertugas memimpin ibadat Sabda dan Pembagian Komuni ke Stasi-Stasi Kebun. Prodiakon diusulkan oleh umat, dan diangkat melalui SK dari Uskup dan dilantik. Wilayah pelayanan Prodiakon hanya dalam paroki bersangkutan. Jadwal pelayanan di kebun diatur sedemikian rupa sehingga dalam 1 bulan umat bisa dikunjungi Pastor minimal 1 kali, sisanya dilayani oleh Prodiakon.

Wilayah pemukiman perkebunan kami ada satu prodiakon yang melayani yaitu Bapak Evensius (manager FA Jhonlin), wilayah pelayanan yg terjauh di Kebun Karet PT Inni Joa (Jhonlin Group) sekitar 60 Km dari Batulicin. Untuk menjangkau basecamp mereka harus melewati jalan tanah yg rusak parah karena jalan tersebut adalah jalur pengangkutan kayu dengan kapasitas muatan yg berat. Sampailah saya di tengah titik jalan berpapasan dengan truk angkut kayu dan tambang ilegal, di mana kiri-kanan jalannya sudah tidak bisa saling menghindar lagi karena jurang. Dalam proses itu saya sering mendampingi prodiakon kami yang mana beliau biasa memangku tas berisi sibori berisi Sakramen Maha Kudus. Kami masih ingat, saat pelayanan   hari Raya Minggu Palma, ada sopir truk bermuatan kayu yang menyerempet unit kendaraan yang kami parkir di sisi jalan, supir yang menyerempet hanya supir harian dengan upahan UMR dan hanya bisa meminta maaf atas kerusakan kaca spion dan dinding cabin kendaraan kami Yah….mau gimana lagi, ketika saya merefleksikannya mungkin ini adalah cara Tuhan mendewasakan saya untuk tidak marah-marah, tidak reaktif terutama ikhlas. Di lokasi ibadat umat sudah berkumpul, dan tidak ada yg bisa menyanyi dengan konteks thematic (lagu-lagu ibadat berkaitan dengan Minggu Palma), mazmur juga demikian. Ibadat dengan penyambutan Komuni Kudus tetap berjalan dengan hikmad dalam segala keterbatasan yang ada. Dalam satu moment saya sangat terharu menyaksikan anak-anak disana yag membutuhkan pengajaran agama katolik, tapi tidak tersedianya tenaga pastoral untuk itu.

Untuk pelayanan lain jarak tempuhnya relative dekat yaitu sekitar 1 jam dari pusat paroki. Kami semua suka cita melaksanakan tugas pelayanan ini. Untuk pelayanan yang jarak tempuhnya seperti ini kami menyetir sendiri dalam gelapnya malam, karena umat baru bisa kumpul pada malam hari. Tas kecil berisi pixcis untuk menyimpan sakramen Maha Kudus selalu melingkar di leher kami. Dalam kesendirian seperti ini justru menjadi suatu arena doa yang paling sempurna. Saya berusaha menyetel lagu-lagu rohani sambil melakukan “dialog” dengan Sang Kristus yang saya “gendong” dalam tas kecil ini kata Bapak Evensius prodiakon kami. Bacaan Injil yang akan disampaikan dalam ibadat tsb menjadi bahan “diskusi spiritual” bersama Yesus sepanjang jalan. Saya ingat persis bahwa saat itu didera sakit berkepanjangan : hypertensi bahkan dokter menyebut sebagai Hypertensi Akud. Dalam perjalanan tersebut saya “mendialogkan” sakit berkepanjangan saya (darah tinggi) tsb dengan Yesus. Saat memimpin ibadat kami melengkapi diri dengan pakaian liturgi berupa alba, Samir dan tali pengikat alba. Semua kelelahan perjalanan itu hilang saat bertemu umat dalam ibadat tersebut. Dari sekian banyak umat yg hadir sedikit saja yg menerima Komuni karena banya yg belum Komuni Pertama dan adanya halangan pernikahan. Apapun kondisi mereka, mereka adalah Umat Kristus. Sehabis membagi Komuni, giliran anak-anak yg maju meminta berkat di dahi mereka. Sangat terharu menyaksikan ini seraya mengingat sabda Yesus : Biarlah anak-anak datang kepada-Ku…..tetapi tidak ada pelayanan khusu buat anak-anak untuk pengajaran tentang iman.

Di Komunitas yg dekat dengan Paroki kadang ada ibadat sabda biasa tanpa Komuni dan kami tetap memakai pakaian liturgy. Banyak anak kecil yang hadir dalam ibadat tersebut. Mereka sering memanggil kami Romo atau Pastor. Bagi mereka, pakaian liturgi alba (menyerupai jubah) yg kami pakai menempatkan kami prodiakon ini sebagai Romo atau Pastor. Saat hari Minggu atau hari lain kami bertemu anak-anak ini di gereja. Karena sepanjang misa ini kami duduk bersama umat lain dan tanpa mengenakan alba, dan anak-anak ini melihat kami berpakaian seperti ayah mereka. Akhirnya sehabis misa kami bersendagurau dengan orang tua mereka depan gereja, saling bersalaman……di sinilah terjadi “bencana sebutan”. Anak-anak ini dengan lugas menyebut, “Eh…..ternyata Om ini  Romo Tipu-Tipu.” Maksud mereka adalah Romo bohongan……

Demikianlah sharing pelayanan kami di paroki yg memang membutuhkan banyak panggilan untuk menjadi imam agar bisa melayani umat yg tersebar di kebun-kebun. Kami senang, kami suka cita cita menjadi pewarta dan kami merasa diberkati dalam perutusan ini.

Batulicin, 23 Januari 2022.

Adam Silvanus

Sekjen PMKRI Cabang Palangka Raya Periode 2002-2004

 


Monday, January 17, 2022

Misa Syukur Perayaan Natal dan Tahun Baru PMKRI Cabang Palangka Raya


Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palangka Raya “Sanctus Dionisius” Melaksanakan Misa Syukur dan Perayaan Natal dan Tahun Baru di Stasi Antonius Kalampangan pada Minggu, 16/01/2022. Kegiatan ini mengangkat tema yang sama dengan tema natal tahun 2021, “Cinta Kasih Kristus Yang Menggerakan Persaudaraan”. 

Dalam laporannya, Apolonarius Harum yang merupakan Ketua pelaksana Misa Syukur Perayaan Natal dan Tahun Baru menyampaikan bahwa acara ini merupakan salah satu bentuk yang dilakukan oleh PMKRI untuk mempererat persaudaraan antar anggota PMKRI dan sekaligus untuk menjalin komunikasi dengan umat terkhususnya umat di Stasi Antonius Kalampangan. Lebih lanjut, pria yang disapa Aris ini menyampaikan, Misa Syukur Perayaan Natal dan Tahun Baru ini dihadiri oleh Dewan pertimbangan PMKRI Palangka Raya, Pastor Moderator, Umat Katolik Stasi Kalampangan,serta Anggota PMKRI cabang Palangka Raya, Serta alumni/senior yang ikut memeriahi acara Misa Syukur Perayaan Natal dan Tahun Baru kali ini

Ketua Presidium PMKRI Cabang Palangka Raya, Obi Seprianto dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan ini merupakan kesempatan luar biasa untuk kami sebagai generasi muda untuk dapat belajar berkomunikasi dan menjalin relasi dengan baik bersama masyarakat secara khusus umat Katolik stasi Kalampangan.  Bagaimana rasanya hadir ditengah masyarakat sebab ini juga merupakan bentuk implementasi dari semboyan PMKRI Pro Ecclesia et Patria. Selain itu Obi menyampaikan ucapan terima kasih karna sambutan hangat umat atas kehadiran kami PMKRI palangka raya. "Selain pembelajaran, nilai kebersamaan dan harmonisasi juga kami rasakan, ini juga sebagai modal kami dalam aktifitas selanjutnya." Ujar Obi.

Perwakilan Umat di Stasi Kalampangan dalam sambutannya menyampaikan bahwa umat yang berada di Stasi Kalampangan masih berhubungan keluarga antara umat satu dengan umat lainnya. Beliau juga memberikan ucapan selamat bertemu kepada seluruh anggota PMKRI yang sudah hadir dan bertemu langsung dengan umat, beliau juga mengucapkan banyak terima kasih karena sudah mau berkunjung ke Stasi Antonius Kalampangan karena mereka dapat merasakan kesejukan hati karena misa lebih semarak karena biasanya ketika mereka melaksanakan Misa hanya sepuluh sampai lima belas orang yang hadir, Meskipun demikian gereja setiap minggunya tetap dibuka.  "Kaum muda terkhususnya PMKRI merupakan harapan bagi gereja, dan kedepannya somoga dapat tumbuh dan berkarya untuk gereja dimanapun berada." Pungkas ketua umat.

Acara dilanjutkan dengan peniupan lilin dan pemotongan kue yang dilakukan oleh Ketua Presidium PMKRI Cabang Palangka Raya, Ketua Panitia, Pastor Moderatur, Dewan Pertimbangan, Perwakilan Umat Stasi Antonius Kalampangan dan Perwakilan dari alumni/senior PMKRI.

Acara Misa Syukur Perayaan Natal dan Tahun Baru ini berjalan dengan lancar dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang selalu diingatkan oleh panitia, diantaranya mewajibkan seluruh undangan yang hadir menggunakan masker, pembatasaan jumlah tamu dan pengaturan jarak duduk yang menjamin kenyamanan dan keamanaan selama Misa berlangsung


Penulis, Thresia Ayu Lestari

Thursday, January 6, 2022

Cita-Cita Kehidupan Beragama Ditengah Realitas Negara yang Majemuk


Hakekat Agama dalam Negara yang Majemuk

Dalam Negara yang majemuk dengan beragam budaya, suku, bahasa, dan agama akan membawa kita dalam konsepsi berpikir pada dominasi antar golongan ditengah realitas kemajemukan yang ada. Tentu itu konsekuensi yang terjadi apabila pemahaman terhadap keragaman bersifat egosentris golongan saja, sehingga akan berpotensi terjadinya perpecahan apabila sifat ini terus tumbuh. Status agama yang akhir-akhir ini paling disoroti dan pelik untuk dibahas, bukan soal hubungan secara vertikal antar manusia dan sang Pencipta, tetapi hubungan secara horizontal antar manusia. Berdasarkan sila pertama dalam Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” yang juga mengisyaratkan kita untuk menjunjung tinggi nilai Ketuhanan sebagai wujud relasi dengan Tuhan yang diyakini sebagai sumber segala kebaikan, kebebasan dalam memeluk agama juga sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 29 yang menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya, ini suatu keberagaman yang justru menjadi simbol persatuan dengan dibalut paham toleransi untuk saling menghargai dengan menjaga keutuhan dan harmonis agar tetap terus dapat berjalan beriringan untuk mencapai cita-cita bangsa. Namun, belakangan ini isu agama dengan krisis toleransi masih terus terjadi, sebagai contoh yang terjadi pada penghujung bulan Desember 2021 yang lalu, di kawasan Tulang Bawang, Lampung dengan kasus persekusi saat ibadah Natal dan yang terjadi di daerah desa Wonorejo, Lumbang, Kab. Pasuruan dalam menyambut hari Raya Natal.

Konstitusi menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama yang dipeluknya. Lebih jauh lagi apabila Institusi agama yang melarang, terlebih melakukan kekerasan terhadap umat beragama lain yang sedang beribadah, dapat dianggap melecehkan konstitusi. Konstitusi Indonesia, yakni UUD 45 jelas menegaskan akan jaminan kebebasan beragama, dalam Pasal 28E ayat (1). Ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Peran negara untuk itu juga dinyatakan pada Pasal 29 Ayat (2), yakni “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Peraturan perundang - undanganan lain juga menegaskan, seperti  UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 22 (2). "Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu." Dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga menegaskan kembali, dalam Pasal (175). "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan."

Dari hal diatas sudah sangat jelas kebebasan beragama diatur dalam hukum negara. Tinggal kembali kepada penyelenggaran negara untuk menegakan dan memberi efek jera kepada pelanggar seperti yang diinginkan pendiri bangsa kita. supaya tindakan intoleransi yang merusak Identias Bangsa tidak dibiarkan berkembang biak dan tumbuh subur dalam bumi pertiwi ini. Jadi untuk seluruh masyarakat yang masih terlena dengan primordialisme agama keluarlah dari kesempitan karna kita indonesia dengan keberagaman didalamnnya, mejemuk masyarakatnya. Jadikan Pluralisme bangsa sebagai transformasi peradaban dalam meningkatkan etos kerja, etika dalam menjalankan profesi, dan produktivitas bangsa yang berbudaya demi menjaga netralitas. Tentu hal ini sudah mencederai kerukunan umat beragama, yang seharusnya agama merupakan sebuah media tentang kesadaran manusia terhadap Iman bagi sang Pencipta untuk membawa umat manusia kepada suatu keadilan, damai, dan gotong royong untuk saling meneguhkan dan mempersatukan dalam kehidupan beragama.

Agama merupakan Kesadaran Manusia

Agama seperti yang telah dibahas diatas merupakan sebuah media tentang kesadaran manusia terhadap Iman sebagai umat beragama. Dapat dipahami melalui teori Paulo Freire tentang level kesadaran kemanusiaan ini menarik untuk melihat posisi agama dalam kehidupan manusia. Paulo Freire berpandangan kesadaran kemanusia itu ada tiga level. Pertama kesadaran magis, yaitu memandang nasib manusia ditentukan oleh faktor natural (alam), atau supranatural (melampui alam) sang Pencipta. Kedua kesadaran naïf, yaitu memandang nasib manusia ditentukan oleh tindakannya sendiri. Ketiga kesadaran kritis, yaitu memandang nasib manusia ditentukan oleh struktur atau sistem yang ada. Kembali pada soal Agama dan kesadaran kemanusiaan. Saya meyakini bahwa setiap agama, apalagi yang dibawa oleh utusan Allah, punya misi awal memanusiakan manusia yang sangat kuat. Keimanan pada Allah meniscayakan sikap baik pada manusia, bahkan makhluk-Nya. Namun di tangan umatnya, agama sepertinya tergantung pada kesadaran kemanusiaan mereka. Umat beragama yang dominan kesadaran magisnya akan melihat segala hal sebagai ketentuan Tuhan atau melihat setiap ajaran agama dalam relasi umat dengan Tuhan semata, atau lebih spesifik lagi ajaran agama dihayati sebagai perintah Tuhan untuk ditaati.

    Kesadaran seperti ini sangat menetramkan, sebagai contoh dalam menghadapi situasi buruk atau kemungkinan buruk yang berada di luar kendali kita. Misalnya kematian. Ketika orang terkasih kita wafat, karena tidak mungkin dihidupkan kembali, maka lebih menenangkan jika menerimanya sebagai ketentuan mutlak Tuhan. Pun saat naik pesawat, yakni apakah pesawat akan selamat atau jatuh sudah berada di luar kendali kita sebagai penumpang, sehingga pasrah mutlak pada kehendak Tuhan atas nasib sangat menenangkan. Namun, kesadaran ini cukup berbahaya karena bisa disalahgunakan oleh pihak lain untuk tunduk mutlak pada kepentingan mereka yang dibalut sebagai “kepentingan” Tuhan. Tidak menuruti kepentingannya berarti melawan Tuhan. Agaknya manipulasi kesadaran spiritual umat beragama seperti inilah yang menjadi konteks lahirnya diksi: “agama sebagai candu” dan “politik identitas atasnama Agama”. Ditangan umat beragama dengan kesadaran Naif, ada pengaruh yang cukup berbeda. Mereka sudah mulai menghubungkan ajaran agama dengan kemaslahatan manusia, namun baru sebatas individu. Agama adalah tuntunan Tuhan untuk menjadi orang yang baik pada siapapun dan apapun sebagai sesama makhluk Tuhan. Iman menuntun umat beragama untuk menjadi suami/istri, orangtua/anak baik, orang yang berkata baik, menghormati tamu, tetangga, tidak menyiksa hewan, juga tidak merusak alam. Singkat kata, iman kepada Tuhan mengharuskan kita berprilaku baik. Terakhir, di tangan umat dengan kesadaran kritis, agama tidak hanya dipahami sebagai tuntunan untuk melakukan kebaikan, tapi juga menggunakan kekuatan untuk memerintahkan semua pihak bertindak secara layak, dan melarang mereka bertindak sewenang-wenang. Agama adalah soal menciptakan sistem kehidupan yang memberi kebaikan pada semesta, lintas negara, agama, manusia, bahkan makhluk hidup yang lain. Agama mesti dihayati sebagai kekuatan untuk menegakkan asas keadilan dan kemanusiaan, karenanya fenomena sosial yang terjadi terkait agama yang menindas agama lain harus ditegakkan atas dasar hukum dan hakekat agama pada umumnya sesuai yang telah ditafsir bukan mutlak atas dasar kepentingan semata saja, sehingga perlu adanya pemahaman bahwa agama adalah simbol persatuan dalam kesadaran manusia terhadap iman untuk kemudian umat manusia dapat berjalan secara bersama-sama dalam satu bingkai persaudaraan, dalam kontekstualisasi Negara Indonesia yang beragam saat ini, hendaknya nilai persaudaraan ini terus dipupuk dalam semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang terus digaungkan sebagai tali pengikat dalam kehidupan bernegara.

Penulis, Presidium Gerakan Kemasyarakatan