Palangka Raya 15/11/2022- Aliansi Gerakan Masyarakat Merdeka (GERAM) kembali melakukan aksi turun ke jalan jilid III di halaman kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah pada Senin 14/11/2022.
Aksi ini merupakan bentuk perhatian kaum muda terhadap keberlangsungan pemerintahan Provinsi Kalimantan Tengah. Ada 12 (dua belas) point tuntutan masa aksi yang mereka suarakan, diantaranya:
1) menuntut gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah untuk menyelesaikan visi , misi,dan janji-janji politik yang diberikan kepada masyarakat Kalimantan Tengah.
2)Menuntut gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah agar lebih serius dalam hal mensejahterakan masyarakat Kalimantan Tengah.
3)menuntut Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur dan aksebilitas penghubung antar kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah.
4)menuntut gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah agar segera menyelesaikan akar permasalahan pada bencana banjir.
5)menuntut gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang berintegritas terhadap tenaga kontrak berkaitan dengan hak-hak tenaga kontrak.
6)menuntut gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah untuk mendesak DPRD Kalimantan Tengah agar menyuarakan tentang RKUHP, RUU Sisdiknas dan RUU Masyarakat Hukum Adat.
7)menuntut pemerintah daerah Kalimantan Tengah untuk dapat mengeluarkan regulasi tentang tambang rakyat yang menjadi mata pencaharian masyarakat Kalimantan Tengah.
8)mendesak pemerintah daerah untuk menyelesaikan kesenjangan pendidikan baik sarana, prasarana, sumber daya manusia dan bantuan pendidikan yang tepat sasaran mulai dari tingkat SD, SMP SMA hingga perguruan tinggi.
9)menuntut pemerintah daerah Kalimantan Tengah untuk menyelesaikan permasalahan terkait food estate.
10)menuntut pemerintah daerah Kalimantan Tengah untuk menyelesaikan permasalahan dalam hal kesehatan khususnya stunting di Kalimantan Tengah.
11)mendesak pemerintah daerah Kalimantan Tengah untuk memberikan ruang demokrasi, kebebasan berekspresi serta memberantas oknum atau kelompok yang bersifat diskriminatif dan rasis, serta melepas narasi-narasi sara.
12)mendesak dan menuntut pemerintah untuk mengeluarkan pergub turunan UU TPKS serta menyiapkan rumah konseling
Namun, dalam aksi Geram jilid III kali ini dalam memperjuangkan 12 tuntutan tersebut, tidak berlangsung kondusif lantaran terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan oleh kedua belah pihak dalam hal Ini pihak Aparat keamanan dengan massa Aksi.
salah satu massa aksi mengatakan, kericuhan aksi diawali dengan keinginan massa aksi untuk menemui gubernur tidak dipenuhi. Massa aksi pun ingin menurunkan setengah tiang bendera Merah Putih sebagai bentuk kemalangan. Namun hal tersebut dihalangi oleh aparat (Satpol PP) dan terjadi dorong mendorong antara massa aksi dengan aparat keamanan, Satpol PP pun berhasil mengamankan bendera merah putih dari tangan massa aksi. Tidak berhenti disitu massa aksi terus berusaha memasangkan bendera merah putih, kericuhanpun tidak bisa terelakkan, tutup dari massa aksi yang tidak mau menyebutkan namanya itu.
Dilihat dari video yang beredar, oknum Satpol PP dengan sengaja menginjak-nginjak dan memukul massa aksi ditengah himpitan kerumunan massa yang menyebabkan tiga orang mahasiswa terluka dan menjadi korban dalam aksi tersebut.
Ketua presidium PMKRI Cabang Palangka Raya, Rahel Dewi Sartika menyayangkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum satpol PP tersebut. Rahel mengatakan tindakan kekerasan merupakan pelanggaran HAM. Ia menambahkan, hal tersebut menunjukan minimnya moral SATPOL PP tersebut.
“kejadian ini harus menjadi evaluasi Kasatpol PP.” Pungkas Rahael
Presidium Gerakan Kemasyrakatan PMKRI Cab. Palangka Raya *Marselinus Darman* menambahkan, tindakan kekerasan yang dilakuakan oleh aparat tentu tidak bisa dibenarkan. Ini adalah bukti kurangnya pemahaman (SDM) aparat dalam menjalankan tugas dan fungsi serta minimnya moral yang dimiliki oleh aparat di Provinsi Kalimantan Tengah.
Hal tersebut dipertegas dan tidak sejalan dengan amant UU yang berlaku.
Pada UU No 9 tahun 1998, tentang "kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum". Sudah sangat jelas
Kemudian
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Namun hal tersebut hanya sebuah kalimat indah semata, karena praktik di lapangan berbanding terbalik dan tidak sesuai dengan harapan Masyarakat, secara khusus di Provinsi Kalimantan Tengah.
Kejadian yang dialami oleh Mahasiswa yang tergabung dalam massa aksi GERAM harus diusut tuntas, karena ini adalah salah satu bentuk praktik matinya demokrasi di Kalteng.
Pemerintah harus bertanggung jawab atas kejadian ini, Pemerintah Provinsi (Gubernur), polda/Kapolresta dan Kasat Pol PP Provinsi Kalimantan Tengah agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di Bumi Tambun Bungai, Bumi Pancasila. tutupnya
Penulis Marselinus Darman (Presidium Gerakan Kemasyarakatan)
Mantap, usut tuntas
ReplyDelete