Suaradionisius.com - Kasus dugaan
pembakaran lahan yang menyeret nama bapak Antonius (52) ke meja Pengadilan
Negeri Muara Teweh, yang berstatus sebagai seorang petani asal Kamawen,
Kabupaten Barito Utara, terus menjadi perhatian dari berbagai pihak, baik dalam
bentuk aksi solidaritas maupun dukungan moral dan materiil.
Seperti dikutip
dari Mongabay, edisi 9 maret 2021, bapak Antonius menelan pil pahit atas
putusan Hakim Pengadilan Negeri Muara Teweh, yang menghukumnya 1 tahun penjara
dan denda Rp. 50 juta subsider 3 bulan.
Vonis ini lebih
berat dari tuntutan jaksa sebelumnya, 2 bulan penjara dan denda Rp 500 ribu,
atas tuduhan membakar lahan di jalan Desa Kamawen, Desa Paring Lahung,
Kecamatan Montallat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Seperti yang
diketahui Bapak Antonius menjalani persidangan 11 kali sebelum pembacaan vonis.
Dalam proses persidangan juga ada beberapa hal yang memberatkan terdakwa,
antara lain dinilai berbelit-belit dalam memberatkan terdakwa, antara lain
dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan, perbuatannya memberikan
dampak asap yang merugikan orang lain, serta membakar hutan dan lahan yang
menyebabkan situasi darurat asap. Bukti yang digunakan untuk menjerat terdakwa
adalah sepotongan kayu bakar dan korek api atau macis merek tokai.
Menanggapi hal
ini PMKRI Cabang Palangka Raya menyayangkan Putusan Hakim Pengadilan Negeri
Muara Teweh yang dirasa memberatkan terdakwa Bapak Antonius.
Melalui Ketua
Presidum PMKRI Cabang Palangka Raya, Obi Seprianto saat ditemui di Margasiswa
PMKRI menyampaikan keprihatinan atas putusan hakim yang dinilai memberatkan
terdakwa atas tuduhan membakar lahan.
“Putusan hakim
yang diambil saya rasa masih keliru dan tidak mempertimbangkan aspek berladang
dengan kearifan lokal suku dayak, yang salah satunya dengan tata cara dan
ritual membakar ladang juga diketahui dilindungi oleh konstitusi.” Ungkapnya
“Dilindungi oleh
konstitusi dimaksud, dengan jelas pada penjelasan pasal 69 ayat 2 Undang-Undang
(UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yang berbunyi “Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan
lokal di daerah masing-masing”. Sehingga ini jelas putusan hakim tersebut
tidak memperhatikan kearifan lokal suku dayak di Kalimantan Tengah, khusus di
Barito Utara.” Tambahnya
Hal senada juga
disampaikan Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Palangka Raya, Rizky
Pratama menyampaikan proses persidangan yang terjadi pada bapak Antonius
terkesan jauh dari keadilan.
“Pada proses persidangan
yang dilalui bapak Antonius sangat kontroversial, bagaimana tidak seorang
masyarakat awam yang belum begitu mengetahui proses persidangan tanpa panasehat
hukum disampingnya. Hal ini sangat bertentangan dengan pasal 28D UUD 1945 yang
menjamin hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dimata hukum.” Ucapnya
Berdasarkan komunikasi
dengan bang Jubendri panggilan akrab Jubendri
Lusfernando, sebagai pendamping bapak Antonius selama proses pengadilan
hingga putusan, mengatakan bapak Antonius tidak memiliki pengacara atau
panasehat hukum, bang Jubendri mendampingi karena bapak Antonius kesulitan
dalam berbahasa Indonesia.
“Beliau tidak
mampu menyanggah, tidak juga mampu membantah karena tidak paham apa yang
dijelaskan dan yang disampaikan. Di sini ada kejanggalan untuk ditelaah. Tidak
hanya di Barito Utara, seluruh tokoh adat dan masyarakat di Kalimantan Tengah
mengecam putusan hakim yang jauh dari keadilan itu.” Tuturnya
“Antonius
bukan penjahat lingkungan hidup, tidak membakar lahan. Dia dijebak dan
dijadikan korban, secara khusus masyarakat Dayak Kalimantan Tengah. Peladang /petani
Dayak bukan penjahat. Menghukum peladang, menghukum petani yang tidak bersalah
sama halnya menghukum nenek moyang kami sebagai orang Dayak yang sudah hidup
sebelum adanya aturan pemerintah.” Tambahnya
Diketahui putusan banding Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah dan putusan Kasasi MA justru menguatkan putusan PN Muara Teweh. Antonius mesti menjalani sisa tahanan di Lapas dan denda Rp50 juta. Jika denda tak bisa dibayarkan, masa tahanan ditambah tiga bulan.
Penulis
PGK PMKRI Cabang Palangka Raya (Crew Suaradionisius.com)
0 comments: