Monday, August 9, 2021

Benteng Pertahanan Rimba Terakhir



    Suara Dionisius - Masyarakat adat merupakan sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, memiliki asal-usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya dan hukum. Pengertian ini merupakan pengertian yang tertuang dalam rancangan undang-undang tentang masyarakat adat.

     Hutan dan masyarakat adat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hutan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat adat yang menopang kehidupan sehari-hari. Masyarakat adat hidup dan sangat bergantung pada hutan atau sungai. Seperti masyarakat yang ada di kecamatan Delang kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, yang hidup di sekitar hutan, mereka sangat menggantungkan hidup mereka pada hutan dan sungai. Mulai dari bertahan hidup dengan mencari bahan makanan, mengolah tanah dengan bertani, berladang padi dan aneka sayuran, berburu, panen buah-buahan hutan seperti aneka durian, madu hutan, dan kekayaan hutan lainnya.   Mereka percaya bahwa hutan adalah titipan bagi generasi yang akan datang. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu sadar akan pentingnya menjaga hutan dan alam.

    Kecamatan Delang memiliki potensi alam yang luar biasa. Masyarakat Dayak Tomun di Delang kompak menolak perusahaan sawit dan pertambangan. Kecamatan ini memiliki hutan yang masih asri dengan kekayaan flora, sungai yang deras dan jernih dengan segala keindahan dan kekayaannya. Semua itu merupakan anugerah dari Tuhan dan hasil dari usaha dan kerja keras masyarakat setempat dalam mempertahankannya secara terus menerus ditengah maraknya deforestasi yang terjadi di dunia. Karena itu, pada tahun 2015 melalui keputusan bupati Lamandau nomor 188.45/153/III/HUK/2015, Kecamatan Delang ditetapkan sebagai tujuan wisata. Harus juga diakui, hutan di kecamatan ini adalah ‘sisa-sisa’ keutuhan kehidupan dan rimba terakhir yang perlu dijaga sebagai pertahanan.

     Masyarakat adat sangat berperan penting dalam menjaga hutan. Mereka memiliki pengetahuan dan cara tradisional dalam bertahan hidup sehingga mampu bersahabat dengan hutan dan alam. Hal serupa juga disampaikan Staf Khusus Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Mahir Takaka dalam seminar nasional yang diadakan Sylva  Indonesia. Hal ini berbanding terbalik dengan budaya konsumtif yang tidak terbatas zaman ini yang melatarbelakangi ensiklik Paus Fransiskus Laudato Si. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi  dalam berbagai bidang selain berdampak positif bagi manusia menyababkan budaya konsumtif tak terbatas. Budaya konsumtif tersebut memunculkan keegosian sehingga manusia rela menghancurkan hidup dirinya sendiri, sesama dan alam. Dalam ensiklik ini bapa suci menyampaikan, bahwa alam ciptaan ialah adalah buah karya agung Allah kepada manusia bahwa ada nilai spiritual yang menghubungkan alam, manusia dan Allah sendiri. Alam sekali lagi bukan merupakan objek, tetapi ia adalah subjek, sama seperti manusia. Alam merupakan saudari/saudara, hubungan ini mengartikan jika yang satu terluka, begitu juga yang lainnya akan ikut terluka.

    Peranan penting masyarakat adat dalam menjaga hutan perlu didukung. Masyarakat adat pertama-tama perlu diakui keberadaannya. Tidak dapat dipungkiri, mereka adalah elemen yang paling penting dan paling baik dalam pelestarian lingkungan. Masyarakat adat adalah penjaga lingkungan terbaik. Cara berpikir, cara bertindak serta cara hidup mereka dalam relasi dengan alam menjadi pertimbangan dalam memberikan hak bagi mereka. Masyarakat adat dan masyarakat setempat menguasai cukup banyak lahan dunia. Namun mereka hanya memiliki hak legal atas sebagian kecil lahan yang mereka tempati. Ruang seluas-luasnya jika diberikan kepada mereka akan membantu, dalam menjaga keseimbangan lingkungan di seluruh dunia.

   Pada tanggal 9 Agustus ini dirayakan Hari Internasional Masyarakat Sedunia. Tanggal 9 Agustus setiap tahunnya di maksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi hak-hak populasi masyarakat adat dunia. Pada tahun ini tema yang diusung “Leaving No One Behind: Indigenous Peoples and The Call For a New Social Contract”. Harapan yang besar bagi pemerintah untuk memperhatikan dan mengakui masyarakat adat beserta segala haknya. Masyarakat adat merupakan benteng pertahanan yang kuat dalam pelestarian lingkungan. Harus diakui, mereka berperan penting dalam menjaga lingkungan, menjaga rimba terakhir.

Penulis, Rahel Dewi Sartika (SEKJEN PMKRI Cab. Palangka Raya)


Previous Post
Next Post

0 comments: