Saturday, August 28, 2021

PMKRI Cab. Palangka Raya Dorong Pemerintah Daerah Evaluasi Take Over HGU PT. KSL

suaradionisius.com - Barito Timur merupakan salah satu dari 13 Kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah yang pusat pemerintahannya berada di Kelurahan Tamiang Layang, Kecamatan Dusun Timur dengan jumlah Penduduk 7.711 jiwa (2010) untuk jarak tempuh 6 Jam 5 Menit  (281,0 Km) dengan menggunakan alat transportasi darat.

Berdasarkan data yang ada Barito Timur juga merupakan salah satu kabupaten dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang kaya dengan potensi alam yang sangat bagus, serta merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah dengan konflik konversi hutan terbanyak baik dari sektor ijin pertambangan batu bara maupun komoditas perkebunan sawit dan perkebunan karet.

Konflik antar masyarakat dengan Perusahaan Besar Swasta (PBS) di Kabupaten Barito Timur seolah tidak ada habisnya. Berawal dari konflik tenurial yang diakibatkan antara penguasan lahan masyarakat adat dan kawasan lahan perusahaan yang dimulai pada tanggal 26 Februari 1990 PT.Polymers Kalimantan Plantation yang menginduk pada PT. Hasfarm Utama Estate beroperasi pada daerah komunitas masyarakat adat Janah Jari, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Dari sekian lama konflik ini bergulir, kali ini  masyarakat harus kembali berurusan dengan perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari anak Perusahaan PT. CAA (Ciliandry Anky Abady) Grup setelah menerima takeover beroperasi dari perusahaan PT. Sendabi Indah Lestari (PT. SIL) dalam mengelola kawasan HGU dengan komoditas perkebunan sawit yang berada di desa Janah Jari, Kecamatan Awang, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

Takeover sendiri juga dapat diartikan sebagai pengambilalihan yang merupakan perbuatan hukum yang dilakukan perusahaan, untuk mengubah status pemilik saham. Dari perusahaan PT. Sendabi Indah Lestari (PT. SIL) dengan komoditas perkebunan karet kepada perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari (PT. KSL) yang bergerak pada komoditas perkebunan sawit. Artinya dalam proses peralihan tersebut, masih pada tahap penyesuaian kelengkapan dokumen pada kajian AMDAL yang perlu diperbaharui, karena menyesuaikan kondisi lingkungan serta komoditas perusahaan yang berbeda.    

Kawasan Hak Guna Usaha perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari (PT. KSL) masuk pada kawasan pemukiman warga serta lahan pekarangan milik Gereja Katolik Santo Gabriel Stasi Juwung Marigai, Paroki Tamiang Layang, Keuskupan Palangka Raya. Bahkan lokasi tempat pemakaman umum (TPU) Watu Wihi dan puluhan rumah kepala keluarga beserta lokasi perkebunan yang ada di wilayah RT 03 Juwung Marigai juga masuk dalam kawasan HGU perkebunan kelapa sawit.

Menurut pernyataan pak Yulius Yartono tokoh umat Stasi Juwung Marigai menyikapi lahan pekarangan milik Gereja Katolik Santo Gabriel Stasi Juwung Marigai yang masuk pada kawasan HGU, mengungkapkan kelengkapan dokumen sertifikat tanah Gereja serta bangunan di kawasan lahan tersebut memang masih belum ada.

“Kalau dokumen gereja itu memang belum ada, itu masuk lokasi tanah kami. Kami mau buat sertifikat tanah, sekaligus juga gereja itu mau diserahkan ke Paroki. Saya baru tahu HGU masuk kampung ketika ada program PTSL Presiden Jokowi, kami sudah bayar biaya pengukuran tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Barito Timur, tapi sampai saat ini tak bisa diproses karena alasan masuk kawasan HGU.” Ungkapnya

Pak Yulius Yartono juga menyayangkan perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) beroperasi atau melakukan aktivitas tanpa mengantongi HGU, karena kelengkapan dokumen PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) masih menggunakan hasil takeover perusahaan yang lama.

“Perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) itu masih belum mengantongi perizinan HGU, malah beroperasi duluan.” Tegasnya saat dihubungi via telepon pada tanggal 28 agustus 2021  

Menanggapi hal ini, PMKRI Cabang Palangka Raya mendorong pemerintah pusat dan daerah bisa melakukan sinergisitas mengenai penyelesaian persoalan ini sehingga kedepan tidak menjadi konflik berkepanjangan, dengan melakukan evaluasi terkait pengambilalihan (takeover) yang dilakukan perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) untuk melengkapi dokumen serta kajian AMDAL sesuai dengan komoditas perusahaan.

Karena sesuai dengan kawasan lahan desa yang telah ditetapkan sesuai surat perjanjian pernyataan sikap pada tahun 1991 dengan radius 2500 meter  tak bisa diganggu gugat  oleh perusahaan manapun atau tidak bisa dibagi untuk garapan perusahaan. Alasannya jelas, untuk tempat pengembangan wilayah pemukiman penduduk  dan sebagiannya untuk dijadikan tempat masyarakat bertani dan  berladang.  

Selain itu adanya keterlibatan maupun keterbukaan informasi kepada masyarakat yang mendiami area kawasan perusahaan, apabila adanya peralihan  Hak Guna Usaha yang dilakukan perusahaan. Karena perlu diketahui bahwa lahan tersebut awalnya merupakan Hak Guna Usaha PT. Sandaby Indah Lestari (SIL) yang diperuntukan untuk Komoditas Perkebunan Karet. Memang benar lahan tersebut sudah takeover kepada perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari (KSL), namun  mengenai Hak Guna Usaha (HGU) yang ada tetap diperuntukan untuk pengelolaan Perkebunan Karet. Tidak benar ketika lahan tersebut di alih fungsikan untuk pengelolan perkebunan kelapa sawit, hal ini jelas berbeda dari perijinan Hak Guna Usaha (HGU) yang ada, begitu juga dengan kajian AMDAL yang diberlakukan pun pasti jelas berbeda.  

Ketua Presidium PMKRI Cabang Palangka Raya, Obi Seprianto saat ditemui pada wawancara di Margasiswa PMKRI Cabang Palangka Raya menegaskan agar konflik yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan di desa Janah Jari perlu diakomodir secara langsung oleh Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah untuk melakukan evaluasi terkait Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki PT. Ketapang Subur Lestari.

“Untuk menghindari konflik yang terjadi antara pihak perusahaan dengan masyarakat. Semestinya ada sikap dari Pemerintah Daerah untuk segera mengevaluasi terkait dengan peristiwa ini, pun jika diperlukan pemerintah bisa meminta perusahaan untuk sementara memberhentikan aktifitas usahanya sampai ditemukannya kesepemahaman antara masyarakat dan pihak perusahaan.” ujarnya  

Hal senada juga disampaikan Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Palangka Raya, Rizky Pratama mendorong perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) melakukan keterbukaan informasi bagi masyarakat yang terdampak dalam kawasan HGU dan perusahan wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan berdasarkan Pasal 74 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi “Peseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. Artinya Perseroan secara moral harus dilakukan karena menjadi komitmen  suatu Perseroan. Perseroan harus bergerak untuk berperan dalam ekonomi berkelanjutan dan  meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan.   

“Perusahaan PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) selain harus melakukan penyesuain kelengkapan dokumen dalam kajian AMDAL. Perusahaan juga wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, apabila persyaratan ini diabaikan maka dapat dipastikan perusahaan tersebut cacat demi hukum menurut Pasal 74 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan perlu menjadi catatan penting bagi Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah untuk mengevaluasi perizinan perusahaan, bahkan mencabut perizinan yang berlaku. Ini tentu perlu dilakukan agar tidak ada benturan yang terjadi antara masyarakat dengan pihak perusahaan, yang malah menambah catatan kelam konflik tenurial di daerah Provinsi Kalimantan Tengah.” tutupnya

Penulis PGK PMKRI Cab. Palangka Raya (Crew Suaradionisius.com)

 

 

 

       

Previous Post
Next Post

0 comments: