Thursday, May 14, 2020

BERJALAN DI DALAM MIMPI TERSIMPAN PAHITNYA KENYATAAN


Mimpi mengingat kenyataan yang indah, tetapi masyarakat sekarang tentunya 
menjadi lebih beragam tidak monoton seperti di awal tahun 2000-an 
masih kental dengan primordial kesukuan

Memang benar kehidupan ini bagai fatamorgana, sering diungkapkan dalam masyarakat. Biasanya menggambarkan sesuatu yang serba hampa, kecewa, dusta, dan kemunafikan. Menurut KBBI “ fatamorgana ” adalah Hal yang bersifat khayal dan tidak mungkin tercapai. Dapat dianalogikan keadaan tidak mungkin abadi seperti didalam pemikiran. Perkembangan menuju kemajuan sudah semakin nampak didepan mata. Dari hal yang sangat sederhana sampai paling rumit di dalam pikirkan manusia dan selalu bergerak kearah kesempurnaan yang hakiki. Batasan pemikiran terdahulu sudah dilewati dan tidak ada batasan yang absolut. Selalu ada target baru untuk standarisisasi kesuksesan kehidupan disetiap jamannya, tidak terkecuali dalam memenuhi kebutuhan hidup dan gaya hidup setiap individu.

Di dalam mimpi malam yang tenang dan indah, seperti memutar waktu kembali di tahun 2000-an dimana keindahan suatu desa dapat dilihat dengan masih terjaganya hutan yang membawa kesegaran disetiap pagi. Nyanyian burung selalu mengiringi setiap langkah, monyet dan tupai melompat dibelakang rumah sambil meninggalkan teriakan bercampur senyuman, orang-orang berkumpul di tepian sungai sambil bercanda ria, rasa kebersamaan benar terasa ketika menyusuri desa waktu itu. Permainan tradisional memiliki cerita tersendiri sangat beragam dimainkan anak-anak, karena hasil warisan nenek moyang yang selalu dimainkan setiap waktunya. Bahkan tindakan kejahatan, pencurian sangat jarang terjadi karna membedakan orang yang kaya dengan miskin sangat sulit sebab ukuran kekayaan (standarisasi) orang pada waktu itu hanya sebatas pada luas tanah yang dimiliki, kebun karet dan persediaan padi yang tersimpan, syukurnya hampir setiap masyarakat memilikinya.

Ketika mentari sudah menunjukan cahayanya, seseorang pemuda pun terbangun dan merenungkan didalam hati “hawa/suasana sejuk yang dihasilkan oleh hutan yang asri tadinya, mulai mengalami penurunan yang disebabkan oleh beberapa faktor yang secara kasat mata dapat dilihat ketika melintasi desa yang saya tempati. faktor sederhana yang menyebabkan berkurangnya kesejukan, karena bertambahnya jumlah penduduk sehingga berdampak pada pengalihan fungsi lahan dari lahan yang dulunya ditumbuhi pohon hijau sekarang malah menjadi lahan pemukiman masyarakat setempat “itu contoh kecilnya yang terlihat”. Ternyata masih banyak faktor lainnya yang menyebabkan berkurangnya kesejukan didalam ruang lingkup desa tersebut, sehingga menjurus kepada perilaku sosial masyarakat setempat.

Semakin merenungkan kenyataan seorang pemudapun menyadari desanya tengah memasuki babak baru yang sudah setengah jalannya dilalui, banyak rayuan gombal dan janji manis dari orang-orang berpendidikan dan memiliki finansial (perusahaan) mulai mencoba meluluhkan hati masyarakat setempat yang sangat senang dengan sedikit pujian. Orang-orang berpendidikan masuk melalui tokoh masyarakat dan pengurus desanya untuk nantinya dapat merangkul masyarakat yang lebih luas. dengan tujuan pemikiran masyarakat sejalan dengan pemikiran penguasa dari kaum lemah. Langkah demi langkah mereka berhasil menerobos masuk dengan pelumas yang sungguh sangat licin dan memudahkan langkah mereka “kami hadir untuk mensejahterakan masyarakat”. Setelah berhasil menyelesaikan pertarungan dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat setempat, tangan besi (alat berat) perusahaan datang membabat hutan yang asri membawa kesejukan dan dulunya tempat ke dua masyarakat untuk mengadu nasib (mencari makanan seperti hewan buruan, dan sayur-sayuran hutan) yang letaknya berada disekitar disekitar pemukiman desa. 

Masuk lebih dalam didalam pemikiran pemuda, dengan beroperasinya perusahaan  didesa tersebut, dapat dia gambarkan secara sederhana ternyata pola berpikir masyarakat mulai terkontaminasi ditutupi oleh kertas warna merah yang terdapat foto bapak poklamtor Republik Indonesia. Masyarakat berlomba-lomba menjual harta milik mereka (tanah kosong/kebun karet) kepada perusahaan dengan harapan mendapat kebahagian seperti dirasakan orang didalam televisi ditambah kampanye secara masif dari perusahaan dengan dibungkus kata-kata mensejahterakan masyarakat. Maka semakin senang hari masyarakat untuk menjual tanahnya. kebun karet yang dulunya sebagai standarisasi orang dikatakan mampu secara ekonomi sekarang mulai menghilang dan digantikan oleh uang. hal itu terbukti dengan mudahnya perusahaan bisa membeli lahan kosong/kebun dari masyarakat setempat dengan harga yang cukup murah. Semakin memperjelas orientasi masyarakat lebih kepada uang yang sifatnya sementara dibandingkan kebun yang dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Meneteslah hati pemuda desa ketika mengingatnya kembali disaat dia mulai menyadari kebenaran atau kesalahan.

Fenomena-fenomena baru pun sekarang ini sering terjadi seperti standar orang dikatakan sekses begitu konfleks. Memiliki perhiasan banyak, mobil, rumah permanen, handphone mahal baru dikatakan masuk didalam kriteria masyarakat menengah, akibatnya muncul persaingan didalam tubuh masyarakat. Di balik fenomena tersebut juga terjadi pergeseran (shifting) tingkah laku masyarakat ketika melakukan interaksi sosial dengan sesamanya baik dalam topik pembicaraan maupun tata krama saat sedang berbicara. Entah bagaimana sebenarnya yang terjadi kenapa ketika perusahaan masuk, berdampak pada perilaku masyarakat setempat. Jawaban kuat seorang pemuda desa tersebut “terjadi pertukaraan budaya dan pergaulan semakin luas menyebabkan kebiasaan lama yang sudah mengakar mulai ditinggalkan “.

Bangunlah seorang pemuda tersebut dan berjalan keluar menyusuri jalan untuk menemukan sebuah peristiwa demi peristiwa yang dapat menggambarkan pemikirannya. gaya hidup menjadi akar menghilangkan mimpi indah pemuda tersebut. Masyarakat sekarang tentunya menjadi lebih beragam tidak monoton seperti di awal tahun 2000an masih kental dengan primordial kesukuan (tidak terlalu mempedulikan hal-hal dari luar). Dimana hidup yang dulunya terpaku untuk memenuhi kebutuhan primer (kebutuhan fisik minim manusia) yang berkaitan dengan kecukupan kebutuhan pokok untuk masyarakat setempat meliputi sandang, papan dan pangan. Sandang seperti kebutuhan masyarakat berupa pakaian yang sederhana fungsi utama sebagai alat pelindung tubuh bagi masyarakat, pangan merupakan kebutuhan berupa makanan seperti beras dan sayur-mayur untuk keberlanjutan kehidupan bukan untuk berwiraswasta, dan papan merujuk kearah kebutuhan akan tempat tinggal atau hunian yang layak sebagi tempatnya untuk berlindung yang sederhana. Seiring berjalannya waktu dan setelah masuknya perusahaan didalam lingkungan desa, kini kebutuhan primer juga mengalami tranformasi fisik dan fungsi serta mengalami penambahaan didalam masyarakat saat ini.

Pergeseran yang terjadi, kebutuhan sandang, pangan dan papan tidak lagi hanya sebagai kebutuhan hidup seperti ditempo dulu, melainkan sebagai gaya hidup bahkan standarisasi orang tersebut dikatakan mampu dalam finasial sebagai contoh didalam masyarakat desa, pakaian tidak lagi hanya digunakan untuk melindung tubuh melainkan untuk pembeda secara kasat mata antara yang kaya dan miskin atau membedakan orang tersebut dari tempat huburan ataupun dari kebun. Begitu juga pangan dan papan. pertukaran budaya antara masyarakat setempat dengan pendatang dan derasnya arus globalisasi saat masuk saat ini membuat perisai seakan sangat mudah rapuh. Sehingga di jaman kontemporer ini sangat sulit menerapkan pribahasa orang dulu “hanyut tapi tidak larut” atau “menyelam sambil minum air”. Niatan kita ingin memanfaatkan sarana yang tersedia dengan mudah dan maksimal, tetapi berujung membuat kita semakin jauh melangkah keluar dan terjatuh sehingga tertinggal gerbong. Bertambahnya kebutuhan primer masyarakat yang dimaksud seperti kearah kesehatan dan juga pendidikan, sebab tercapainya kesehatan dan pendidikan yang memadai membuat masyarakat semakin berlomba mengejarkan hal yang sifatnya sementara.

Dari beberapa analogi diatas pemuda tersebut memikirkan tentunya cara untuk hidup sekarang ini tidak dapat ditempuh dan dipahami berdasarkan satu alur skenario. Seperti dapat kita ambil contoh organisme (segala jenis mahluk hidup) dalam kehidupan selalu mengalami berbagai cara agar dapat hidup seperti, melakukan metabolisme, mempertahankan homeostasis, memiliki kapasitas untuk tumbuh, menanggapi ransangan, bereproduksi dan menghadapi seleksi alam (kuat dan berkualitas selalu bertahan) serta dituntut dapat beradaptasi dengan lingkungan. Terlepas dari kebutuhan primer, kebutuhan sekunder masyarakat juga mengalami pergeseran (shifting).

Sehingga dalam konteks gaya hidup tadinya berdampak kepada individu baik secara mental ataupun fisikis dalam suatu masyarakat. Karena kebutuhan atau standar hidup mulai tinggi dan harus dipenuhi di dalam masyarakat akibat dari pertukaran budaya dan cara bergaul yang kurang sehat, menyebabkan kebutuhan lebih besar dibandingkan penghasilan yang didapat. Sehingga mulai banyak jalan pintas yang dilakukan oleh masyarakat setempat seperti menjual tanah dengan harga murah, banyak kasus pencurian yang terjadi, pengedaran barang narkotika seperti sabu didalam ruang lingkup masyarakat, rumah remang-remang (karoke untuk hiburan para laik-laki) mulai berdiri, judi yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi,  hal tersebut dilakukan tidak lain untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagian masyarakat yang semakin tinggi.

Dari permasalahan diatas pemuda desa tersebut mengajak untuk bersama-sama merefleksi suatu mimpi yang indah karna selalu ada keterkaitan dengan kenyataan walaupun pahit tetapi perlu dicari. Dalam mimpi dan kenyataan pemuda desa, cerita dimasa lalu yang penuh dengan dasar kekeluargaan, sejuknya desa karena hutan masih terjaga keasriannya. Tetapi karena hasrat yang terlalu tinggi untuk mengejar kebahagian dunia. sehingga aset untuk generasi selanjutnya terancam hilang dan sirnah. Sekarang mulai terungkap, kalimat mensejahterakan dari perusahaan seakan hilang didalam setiap pembahasan. Malah sekarang masyarakat banyak menjadi buruh ditanahnya sendiri yang jauh dari kata mensejahterakan. sungguh sangat malang cerita desa yang dulunya indah hijau seperti jambrud khatulistiwa mememancarkan cahayanya ke angkasa sekarang seakan sirnah hanya terkenang didalam mimpi malam tenang dan indah.

Akhirnya pemuda desa menyampaikan isi hatinya dari mimpi sampai pada kenyataan. Sekarang ini kehidupan masyarakat setempat bukan hanya mengalami pergeseran dalam segi kehidupan (kebutuhan primer dan sekunder) yang menentukan standarisasi orang tersebut kaya ataupun miskin. namun juga merambat ke adat istiadat seperti ritual yang sering dilakukan didalam masyarakat setiap tahunnya mengalami kehilangan makna dari nilai-nilai sebelumnya. Adat istiadat ritual hanya dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk memperoleh keuntungan semata. Sehingga dari beberapa hal diatas ternyata perubahan yang dialami oleh masyarakat desa Simpang naneng sehurusnya menjadi bahan refleksi, setidaknya dalam mengambil langkah selanjutnya dapat tepat sasaran dan tidak merugikan generasi penerus. Seperti kata pujangga besar Jerman Friedrich von Schiller “ Kesempatan besar singgah di zaman kita, tetapi ternyata generasinya kerdil “.

Terima Kasih

Penulis Obi Seprianto


Previous Post
Next Post

1 comment:

  1. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete