Oleh : Handrianus Andur
PENDAHULUAN
Negara-negara
di dunia hingga saat ini masih bergulat dalam pertempuran melawan pandemic
Covid-19 yang semakin tidak terbendung. Berdasarkan data Universitas Johns
Hopkins per Rabu 20 Mei 2020, Covid-19 sudah menjangkit ke 4.735.622 orang yang
tersebar di 216 negara. Indonesia sendiri memiliki sekitar 18.496 kasus positif
ditemukan dan tersebar di 34 provinsi. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat,
mengingat berdasarkan perkiraan para ahli, vaksin yang aman dan efektif baru
akan tersedia dalam waktu 12 hingga 18 bulan sejak awal pengembangan.
Jika
mengacu kepada prospek kerja salah satu perusahaan pngembangan vaksin Moderna,
America Serikat (AS) yang telah mendapat suntikan dana pengembangan vaksin
senilai US$ 483 juta dari Badan Penelitian dan Pengembangan Biomedis Lanjutan
(BARDA) pada bulan April lalu, maka vaksin Covid-19 baru akan tersedia pada
pertengahan tahun 2021.
Artinya,
masyarakat dunia masih akan terus berada di bawah arahan protocol kesehatan
yang digaungkan pemerintah. Aturan-aturan seperti lockdown, pembatasan social
berskala besar (PSBB), social distancing dan sebagainya akan terus diberlakukan
tanpa batas waktu yang tidak ditentukan. Apabila dilihat dari sisi kesehatan,
maka aturan-aturan semacam ini sangatlah diperlukan untuk memotong mata rantai
penyebaran Covid-19. Namun, dampak lain terutama dari sisi ekonomi masyarakat, peraturan
tersebut sangatlah menyiksa karena ada begitu banyak orang di-PHK dan
dirumahkan. Apalagi pekerja di sector non-formal atau pekerja harian, mengikuti
aturan itu sama dengan bunuh diri secara berlahan-lahan.
Di
sisi lain, meski pemerintah telah menggelontorkan dana khusus untuk penanganan
Covid-19 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1
tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan sebesar
Rp 405 triliun dengan perinciannya masing-masing, hal tersebut tidaklah cukup
untuk mengatasi persoalan ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia.
Apalagi
Organisasi Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO)
menyampaikan akan adanya ancaman kelangkaan pangan di masa pandemi COVID-19. Ketika
berbicara tentang kelangkaan, maka akan berdampak pada harga bahan pangan itu
sendiri. Dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu dan bantuan dari pemerintah
tidak cukup membantu masyarakat, bagaimana cara mengatasi persoalan yang
terkait dengan hajat hidup banyak orang ini? Bisakah kita bertahan dalam sebuah
kondisi dimana kita tetap mematuhi aturan pencegahan penyebaran Covid-19 tetapi
kebutuhan pangan kita cukup sampai masalah pandemic ini selesai?
Artikel
ini akan membahasnya secara mendatil dalam poin-poin pokok bahasan pada bagian
berikutnya. Terutama soal bagaimana masyarakat bertahan hidup dengan
memberdayakan segala sesuatu di sekitarnya dan pemerintah mefasilitasi efektifitas
penyebaran bahan pangan dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
PEMBAHASAN
Beberapa
waktu lalu, dalam laporan Early Warning
Early Action Report of Food Security and Agriculture (FAO) memberi
peringatan kepada negara-negara dunia tentang potensi krisis pangan sebagai
dampak dari pandemic Covid-19 dan kekeringan. Hal ini cukup masuk akal
mengingat pandemic Covid-19 berpotensi menimbulkan gangguan produksi dan
distribusi produk pangan dan pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sementara BMKG telah memprediksi bahwa potensi musim kemarau lebih kering akan
terjadi mulai Juni 2020 di daerah sentra produksi pertanian khususnya di
sebagaian Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulsel dan Bali.
Masalah
ketahanan pangan menjadi sangat penting sekaligus rentan bermasalah pada
situasi bencana, termasuk bencana wabah penyakit seperti pandemi COVID-19.
Ketahanan pangan mengindikasikan pada ketersediaan akses terhadap sumber
makanan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar (Rosales & Mercado, 2020).
Kondisi
pandemi COVID-19 ini mengakibatkan ketersediaan akses terhadap makanan akan
diperparah dengan semakin memburuknya pandemi itu sendiri serta
larangan-larangan perpindahan penduduk yang mengikutinya. Hal ini juga sesuai
dengan dengan Burgui (2020), yang menyatakan bahwa wabah suatu penyakit yang
terjadi di dunia akan meningkatkan jumlah penduduk yang mengalami kelaparan dan
malnutrisi.
Kekhawatiran
pemerintah serta berbagai pihak mengenai kelangkaan bahan pangan ternyata tidak
memudahkan petani sebagai penyedia pangan untuk masyarakat. Petani, sebagai
produsen makanan justru menjadi pihak paling terdampak dalam ancaman krisis
ketahanan pangan, padahal petani merupakan profesi tunggal penyedia pangan yang
seharusnya mampu tetap bertahan di tengah pandemi COVID-19.
Ironisnya
yang terjadi setiap hari adalah penurunan harga komoditas pangan hingga pada
level yang sangat rendah di berbagai wilayah di Indonesia terutama di Pulau
Jawa. Anjloknya harga komoditas pertanian sangat merugikan petani di tengah
pandemi, petani yang menjadi tumpuan harapan sebagai produsen penyedia pangan
bagi kelangsungan hidup penduduk di tengah pandemi justru terancam mengalami
kerugian yang berakibat pada ketidakmampuan membeli bibit dan memperbaharui
tanaman mereka.
Padahal,
masyarakat tetap membeli dengan harga yang normal dan cenderung meningkat di
berbagai pasar swalayan. Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka
(IKMA) Kemenperi Wibawaningsih menyatakan beberapa bahan baku melonjak
diantaranya adalah kedelai, gula pasir, bawang putih, dan cabe merah sikitar
30-50% (wartaekonomi, 12 April2020).
Menurut
Siche (2020), terdapat tiga kelompok yang paling rentan terdampak dari wabah
COVID-19 ini yaitu orang miskin, petani, dan anak-anak. Keberadaan petani pada
golongan rentan merupakan fenomena yang unik karena mereka merupakan produsen
bahan-bahan pangan yang menjadi tumpuan semua orang. Pada masa pandemi ini,
petani kecil tidak memiliki akses terhadap pasar yang luas, sehingga hasil
produksi pertaniannya hanya dijual seadanya di pasar lokal dengan harga yang
murah. Selain itu, harga kebutuhan lain yang semakin meningkat termasuk harga
bahan pertanian juga menambah kerentanan pada petani.
Faktor
penyebab penurunan harga komoditas pertanian
Pertama,
pembatasan transportasi dan ekonomi akan menggangu sistem pangan yang berjalan
di Indonesia. Diperkirakan 80 persen konsumen di negara berkembang terutama
perkotaan mengandalkan pasar atau dari tempat lain untuk sumber pangan mereka,
sehingga dengan diterapkannya pembatasan sosial dan transportasi akan
mengganggu proses pendistribusian pangan tersebut (CSIS, 2020).
Hal
ini tentu saja dapat semakin meningkat dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan
untuk mengurangi penyebaran COVID-19, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) di berbagai wilayah di Indonesia. Penutupan perbatasan yang berimbas
pada lambatnya proses distribusi pangan juga mempengaruhi kualitas kesegaran
produk pertanian yang berakibat pada penurunan harga komoditas pertanian di
sejumlah wilayah di Indonesia.
Kedua,
COVID-19 ini menyebakan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal atau
kehilangan pekerjaan secara bersama-sama banyak penduduk Indonesia. Menurut
Suryani Motik, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia bidang
UMKM, korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19 bisa
mencapai 15 juta jiwa (CNN Indonesia, 1 Mei 2020). Fenomena kehilangan
pekerjaan secara masal mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat serta
permintaan pasar yang dapat berimbas pada komoditas pertanian yang semakin
tertekan.
Ketiga,
berbagai aktifitas sosial masyarakat yang berdampak ekonomi terhenti seperti
hajatan, kumpul-kumpul, serta silaturahmi yang biasanya hampir setiap akhir
pekan dilakukan oleh masyarakat dan pada umumnya membutuhkan logistik yang
cukup besar dalam penyelenggaraannya. Terlebih pada bulan Ramadan, hampir
seluruh masjid di Indonesia yang biasanya mengadakan buka puasa bersama saat
ini tidak dapat dilakukan, sehingga permintaan akan bahan makanan semakin
menurun.
SOLUSI
Solusi
penting untuk dilakukan adalah pengawasan harga-harga pangan mulai dari level
produsen (petani) sampai di tangan konsumen sehingga produksi pangan tetap
berjalan dengan optimal meskipun dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini.
Pemerintah dapat kembali mengaktifkan sistem-sistem ketahanan petani dari mulai
tingkat desa dengan bantuan koperasi-koperasi desa. Beberapa wilayah di
Indonesia telah menerapkan sistem koperasi untuk mengkontrol harga di tingkat petani
sehingga harga yang diperoleh petani tidak jauh berbeda dengan harga pasaran.
Hal
ini perlu dilakukan mengingat berdasarkan hasil identifikasi Kementrian
Pertanian ditemukan bahwa ada kasus penurunan harga di tingkat produsen.
Sedangkan, harga di tingkat konsumen cenderung stabil, bahkan naik. Oleh karena
itu, pemanfaatan teknologi diharapkan mengatasi masalah itu. Penggunaan
teknologi biasa disebut agritech, yakni
penggunaan teknologi dalam pertanian, hortikultura, dan akuakultur dengan
tujuan meningkatkan hasil, efisiensi, dan profitabilitas.
Agritech
dapat berupa produk, layanan atau aplikasi yang berasal dari pertanian yang
meningkatkan berbagai proses input maupun output. Dengan teknologi, rantai
distribusi bisa dipotong sehingga logistik jadi lebih efisien. Teknologi juga
memungkinkan petani di hulu menjangkau konsumen secara langsung. Dengan begitu,
permainan harga oleh tengkulak bisa dihindari.
Selain
itu, gerakan menanam bahan pangan di sekitar pekarangan rumah selama masa
pandemic Covid-19 juga menjadi sangat penting. Terutama untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga masyarakat khusus sayuran, cabai, bawang dan buah-buahan
dalam menunjang ketersediaan pangan yang dapat berupa hydroponic atau
sejenisnya. Hanya dengan begitu, kelangkaan bahan pangan dapat diminimalisir
dan harga hasil pertanian di pasar tetap stabil.
KESIMPULAN
Pandemi
Covid-19 yang sudah tersebar hampir di semua negara di seluruh dunia berpotensi
menjadi salah satu penyebab kelangkaan ketersediaan bahan pangan selain
persoalan iklim yang mempengaruhi produksi hasil pertanian. Meski pemerintah
telah menggelontorkan dana yang cukup besar selama masa karantina untuk
memotong mata rantai penyebaran Covid-19, namun keterlibatan masyarakat dalam
menyiasati kelangkaan bahan pangan akan sangat diperlukan. Hal ini bisa
dilakukan dengan pemanfaatan teknologi pertanian (agritech) dan memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam beberapa
kebutuhan rumah tangga seperti sayur dan rempah-rempah lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Alamsyah,
Ichsan Emrald. “Kementan Siapkan
Strategi Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi.” 1 Mei 2020.
https://republika.co.id/berita/q9nnon349/kementan-siapkan-strategi-ketahanan-pangan-di-tengah-pandemi.
Diakses 2 Mei 2020.
Aria,
Pingit. “Menguatnya Peran Agritech untuk Ketahanan Pangan di Masa Pandemi.” 30
April 2020. https://katadata.co.id/berita/2020/04/30/menguatnya-peran-agritech-untuk-ketahanan-pangan-di-masa-pandemi.
Diakses pada 2 Mei 2020.
Burgui,
D. 2020. “Coronavirus: How action against hunger is responding to the
pandemic.” https://www.actionagainsthunger.org/story/coronavirus-how-action-against-hunger-respondingpandemic.
Diakses pada 2 Mei 2020
Center
for Strategic and International Studies (CSIS). “Covid-19 Threatens Global Food
Security: What Should the United States Do?.” 22 April 2020.
https://www.csis.org/analysis/covid-19-threatens-global-food-security-what-should-united-states-do.
Diakses pada 2 Mei 2020.
CNN
Indonesia. “Bukan 2 Juta, Kadin Sebut Korban PHK Akibat Corona 15 Juta.” 1 Mei
2020. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200501181726-92-499298/bukan-2-juta-kadin-sebut-korban-phk-akibat-corona-15-juta.
Diakses pada 2 Mei 2020.
FAO.
“During the Pandemic, FAO asks people to buy food from small businesses and
appreciate farmers.” 30 April 2020.
http://www.fao.org/indonesia/news/detail-events/en/c/1273448/. Diakses pada 2
Mei 2020.
Rosales,
G., and Mercado, W. 2020. Effect of changes in food price on the quinoa
consumption and rural food security in Peru. Scientia Agropecuaria 11(1): 83-93
Sibuea,
Posman. “Darurat Pangan Saat Pandemi covid-19”. 21 April 2020.
https://analisis.kontan.co.id/news/darurat-pangan-saat-pandemi-covid-19.
Diakses pada 2 Mei 2020.
Siche,
Raul. 2020. What is the impact of COVID-19 disease on agriculture?. Scientia
Agropecuaria 11(1): 3 – 6 (2020). Ciudad Universitaria: Trujillo, Peru.
Tempo.co,
“Kementan Terus Pantau Keersediaan dan Distribusi Pangan Daerah.” 1 Mei 2020.
https://nasional.tempo.co/read/1337499/kementan-terus-pantau-ketersediaan-dan-distribusi-pangan-di-daerah/full&view=ok.
Diakses pada 2 Mei 2020
Numpang promo ya gan
ReplyDeletekami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*