Friday, May 22, 2020

KARENA SETIAP KITA ADALAH PAHLAWAN




Oleh : Erwin Situmorang


Apa arti pahlawan? Dan, bagaimana supaya kita jadi pahlawan? Apakah harus mengerikan dengan lumuran darah, bahkan hingga berujung ke maut? Bagaimana sebenarnya pahlawan? Apakah sepayah itu untuk menjadi pahlawan? Apakah kita tak bisa menjadi pahlawan dengan hal simpel, biarpun hanya sebentar?

Sekali lagi, makhluk apa itu pahlawan? Entah kenapa, di titik ini, saya jadi teringat pada kata indah dari Goenawan Moehamad ini: saya tak mengharapkan pahlawan. Orang tak selalu baik, benar, berani. Tapi, saya mengagumi tindakan baik, benar, berani, biarpun sebentar.  Di sinilah saya mengerti, ternyata menjadi pahlawan itu bisa dengan hal simpel, bahkan bisa dengan waktu sebentar. Catat, sebentar di sini bukan soal hitungan menit saja. Ini bukan soal detak-detak waktu. Nanti setelah tuntas membaca ini, kalian akan paham apa artinya sebentar!

Baiklah, baiklah, baiklah, mari langsung ke dunia fakta: WHO telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Ini artinya bahwa kondisi ini jelas tidak bisa diremehkan karena hanya ada beberapa penyakit sepanjang sejarah yang digolongkan sebagai pandemi. Maka, kita puji pemerintah yang lumayan cepat dalam mengambil kebijakan menangani bahaya ini.
 
Namun, ternyata ini belum beres. Sebab, satu hal yang pasti, langkah pemerintah menangani Covid tidak akan pernah efekfif apabila masyarakat mengabaikan imbauan pemerintah. Dalam pada inilah saya pikir kesadaran masyarakat betul-betul menjadi tonggak utama. Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan sosial distancing, misalnya, masyarakat mesti mematuhinya. Sebab, jika masyarakat abai, imbauan pemerintah tak akan berdampak apa-apa.

Sayangnya, masih banyak warga kita yang tetap nongkrong, malah nyinyir dan berdebat apa itu mudik, apa itu pulang kampung seakan debat ini bisa membereskan masalah. Padahal, andai kita berhitung dengan sederhana, banyaknya pengunjung sudah melahirkan fakta lain: mereka akan menyentuh kursi dan meja secara “estafet”. Dari sentuhan itulah Covid menular.

Kita semua sudah tahu, andai sentuhan itu tidak ada, Covid akan mati secara alamiah. Sampai di sini, kita sudah paham, kita sebenarnya bisa berbuat sesuatu dengan simpel, bahkan hanya sebentar. Kesimpelan dan kesebentaran itu, misalnya, terkait kesadaran kita untuk tidak mudik hanya tahun ini. Catat, hanya tahun ini. Lagipula, tidak mudik bukan berarti mati.

Sebaliknya, mudik berpotensi membuat kita sebagai kendaraan cepat” bagi Covid. Kita sudah melihat bergelimang fakta soal ini. Di padang, seorang pulang dari Jakarta. Sesampai di Padang, semua keluarganya menjadi korban Covid. Cermatilah, apakah mudik seperti itu berujung bahagia atau bahaya?

Saya pikir kita sudah mengerti bahwa kali ini, menunda mudik sama halnya dengan menambah kehidupan, bahkan pahala. Simpel dan hanya sebentar saja bukan? Begitulah adanya karena memang pandemi Covid ini pun hanya penyakit sederhana. Memutus penyakit ini pun juga amat sederhana: social distancing dan menjaga kebersihan selama masa inkubasi. Jika pakem sederhana ini dipatuhi, Covid bisa lenyap dari bumi ini.

Jadi, ayolah jangan hanya menuntut pemerintah saja. Berkacalah dari negara yang terpapar parah pandemi, seperti Italia, Spanyol, Prancis, China, Rusia bahkan Amerika Serikat yang kita kenal sebagai negara super power. Negara-negara hebat itu sebenarnya bukan berarti tak mampu mengalahkan Covid yang gampang dibereskan. Hanya saja, ketika ketidakpedulian dan kekerasan hati untuk tidak mendengar anjuran pemerintah, di saat itulah Covid menjadi hantu paling menakutkan.

Lihat Korea Selatan dan Vietnam. Mereka hanya patuh pada pakem kesehatan, semisal menerapkan social distancing, menjaga kebersihan, pandemi Covid pun langsung minim. Sampai di sini saya yakin kita sudah paham, Covid hanya bisa dienyahkan oleh kesadaran kita. Tentu ditambah lagi dengan kesigapan pemerintah menyadarkan setiap warganya, seperti kesigapan polisi membubarkan kerumunan.

Yang pasti, di lapangan, fakta keji, seperti kita lihat sendiri, sudah bermunculan: rakyat tetap ogah melakukan social distancing dan menjaga kebersihan diri. Nah, pada titik ini, kiranya pemerintah harus tegas dan pantang mundur untuk membuat penanganan secara serius, terstruktur dan sistematis. Ketegasan menjadi senjata penting. Artinya pemerintah harus memberikan sanksi yang setimpal bagi pelanggar kebijakan. Di samping ketegasan itu, pemerintah juga harus sampai pada titik untuk tidak membuat warga panik. India sempat menerapkan lock down, yang dipikir menjadi kunci paling utama untuk melawan Covid.

Namun, kepanikan membuat India gagal total melakukan lock down. Lock down yang mestinya menjadi obat tiba-tiba berubah menjadi racun mematikan. Artinya apa? Ternyata di samping ketidakpedulian, kepanikan juga membuat Covid menguat. Kepanikan ini terjadi karena hampir di setiap medsos tersebar foto dan informasi yang memiliki stigma negatif tentang Covid. Ini kemudian berdampak pada munculnya rasa takut yang berlebihan, stres. Ini berdampak pula pada semakin lemahnya imun masyarakat.

Padahal, ketika imun semakin rendah, Covid akan semakin digdaya. Jadi, kembali ke awal cerita, rumus melawan Covid sejatinya amat simpel bahkan sebentar. Ajaibnya, kita semua pasti bisa melakukannya dengan mudah. Jadi, jika Goenawan Moehamad mengatakan tak mengharapkan pahlawan, sejatinya ia sedang berkata begini secara implisit: setiap kita sebenarnya pahlawan.
 
Nah, bagaimana menjadi pahlawan itu? berlakulah baik dan benar meski hanya sebentar. Patuhi aturan pemerintah, dan jangan mudah terpengaruh berita sesat. Jangan lihat kesebentaran ini sekadar hitungan detak. Sebab, jika kita semua melakukannya secara rapi tanpa sungut-sungut meski sebentar, dampaknya akan melimpah, seperti pulihnya ekonomi, kembalinya siswa bersekolah, dan sebagainya.

Jadi, ayo, mari menjadi pahlawan meski hanya sebentar.
Previous Post
Next Post

1 comment:

  1. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete